Judul : Love in Montreal
Penulis : Arumi E
Penerbit : Gramedia
Editor : Donna Widjajanto
Desain Sampul : Orkha Creative
Desain Isi : Nur Wulan
Tahun Terbit : 2016
Tebal Novel : 228 Halaman
Blurb :
Montreal. Di sinilah Maghali Tifana Safri, perancang baju asal Solo yang mulai bersinar namanya, mendapat kesempatan melanjutkan studi. Ujian berupa teror dari sekelompok orang hampir merontokkan sikap toleran Maghali, kalau saja Kai Sangatta Reeves tidak muncul menyelamatkannya. Rupawan, cerdas, berhati emas. Model sekaligus dokter dan relawan. Pesona Kai begitu kuat, tapi Maghali sadar dia tidak boleh terlena karena lelaki itu berada di kutub yang berbeda.
Ujian lain datang dalam bentuk Isabelle. Model pirang yang memeragakan baju-baju rancangan Maghali ini meminta bantuan untuk lari dari jerat cinta sesama dan pemberitaan miring tentang masa lalunya. Seolah belum cukup pelik, Maghali kembali diuji kala Kai yang dirundung duka melabuhkan rasa resah pada dirinya, membuat gadis ini makin sulit memendam rasa. Kesadaran Maghali baru pulih kala melihat Isabelle mendekati Kai. Susah payah hatinya mengakui, keduanya lebih cocok menjadi pasangan karena sama-sama rupawan dan tak ada halangan menghadang.
Ketika masa tinggalnya di Montreal berakhir, Maghali mengira selesai pula siksaannya menahan rasa pada Kai. Tapi pada satu hari sakral di Tanah Air, Kai tiba-tiba muncul. Akankah terbentang masa depan untuk keduanya, ataukah mereka harus puas dengan sepotong episode penutup?
**************
Novel ini termasuk dalam Around The World With Love project, sebelumnya aku udah baca dua novel dari project ini. Setelah aku perhatikan, karakter utama perempuan dari project ini seorang muslim. Tapi baru dalam novel Love in Montreal, karakter utama perempuannya seorang muslimah. Means, dia benar-benar berpenampilan seperti seorang muslimah yang menutup aurat.
Dari sini pun aku belajar bahwa diskriminasi terhadap orang-orang muslim di dunia luar itu masih ada, sama halnya seperti yang dialami oleh Maghali.
FYI, Montreal ini letaknya di Kanada, lebih tepatnya di kota Quebec dan dijuluki sebagai Paris-nya Kanada. Montreal menduduki posisi kelima dengan penduduk yang menggunakan bahasa Perancis terbanyak di dunia. Inilah yang menyebabkan Kanada menggunakan dua bahasa resmi, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Perancis.
Back to the novel...
Maghali ini seorang diploma lulusan La Mode College di Indonesia dan dia sudah punya beberapa butik. Sampai akhirnya dia mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi di Montreal, di universitas yang sama. Maghali atau sering disapa Lili pun setuju, karena dia ingin membawa modest wear ke seluruh penjuru dunia.
Di sini, Lili bukan hanya menjadi seorang mahasiswi yang mendengarkan dosen, praktik, dan lainnya. Tapi lebih ke ikut serta dalam segala proses fashion show. Tentunya dengan menampilkan rancangan-rancangan modest wear khas Lili yang sempat dipandang sebelah mata.
Aku tidak ingin melibatkan agama dalam fashion. Aku ingin semua rancangan yang keluar dari kampus ini bersifat universal. Bisa dipakai siapa saja.
Quotes di atas merupakan ucapan Miss Prudence untuk menyemangati Lili.
Seperti yang aku bilang sebelumnya, dalam novel ini pun juga menceritakan diskriminasi yang dialami oleh Lili. Seperti orang-orang yang memandangnya aneh saat Lili pertama kali masuk kuliah sampai rancangannya dibakar habis oleh orang nggak dikenal hanya karena Lili memakai hijab padahal rancangan itu akan diperagakan beberapa hari lagi.
Tapi nggak semua orang seperti itu. Saat pertama kali datang, Lili disambut baik oleh pemiliki guest house tempatnya tinggal selama di Montreal. Dia bertemu Shabrina juga, salah seorang penduduk lokal yang memutuskan untuk jadi mualaf, dan bertemu banyak orang yang menghargai keyakinan Lili.
Sampai akhirnya Lili bertemu Kai, seorang model sekaligus dokter yang akan memeragakan rancangannya. Siapa yang nggak akan terpesona dengan wajah rupawan seorang Kai? Dia pun cerdas dan memiliki hati mulia, dengan menjadi relawan bagi para pengungsi Suriah. Termasuk Lili, tapi dia berusaha untuk menampik perasaan itu.
Jarang ada laki-laki seperti Kai di dunia nyata. Di mana dia begitu perhatian pada Lili padahal hubungan mereka saat itu masih jadi teman. Bahkan Kai rela datang ke tempat tinggal Lili untuk membawakan persediaan makanan saat salju tidak terkendali.
Kisah cinta Lili dan Kai udah bukan cinta beda agama lagi. Kai nggak menganut keyakinan apapun tapi dia percaya dengan adanya Tuhan. Kalau di dunia nyata, ini pasti sulit. Pasangan yang beda agama aja pasti di tentang dari berbagai pihak, apalagi kalau nggak punya keyakinan sama sekali.
Dari sini juga kita belajar tentang Montreal secara nggak langsung. Penulis menceritakan tempat-tempat apik di sana dengan sangat baik. Bahkan kita juga bisa tahu bagaimana puasa di sana dan lebaran dengan orang-orang sekitar.
Aku kasih rating 3.7/5.0 untuk novel ini.
Novel ini bersih dari typo, aku nggak menemukan kesalahan ketik sedikit pun jadi nyaman untuk di baca. Tema yang diangkat sebenarnya bagus, tapi entah kenapa ada beberapa bagian yang kurang greget. Konfliknya terlalu ringan buat aku pribadi ya, tapi untuk selingan di kala jenuh sih it's okay.
Novel ini menceritakan sedikit tentang Islamophobia secara nggak langsung, jadi mohon bacalah dengan pikiran yang lebih luas ya.
Komentar
Posting Komentar